JAKARTA – Pemerintah diminta Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terbitkan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak agar konsumsi BBM subsidi dapat terkendali.

Baca JugaFraksi PKS dan PKB Tetap Tolak Kenaikan BBM Terkait APBD

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno mengatakan, pihaknya mendukung hal itu karena selama ini BBM bersubsidi masih belum tepat sasaran.

DPR telah meminta hal tersebut sejak April 2022 untuk merevisi perpres yang dimaksud dengan merincikan syarat terkait warga yang berhak mendapatkan BBM bersubsidi.

“Artinya dirinci siapa-siapa saja kalangan masyarakat yang berhak menerima BBM bersubsidi, dan itu tidak rumit,” kata Eddy dilansir dari CNNIndonesia.com.

Eddy mengaku tidak tahu pertimbangan pemerintah yang tidak ak kunjung usai merevisi aturan BBM subsidi. Terlebih, hanya ada satu pasal yang perlu dipertegas tentang kriteria pengguna BBM bersubsidi.

“Pada pasal 13 ayat 1 dan 2 disebutkan secara rinci siapa-siapa saja. Nanti di dalam lampiran disebut jenis kendaraan yang berhak. Misalkan untuk sepeda motor 250 cc ke atas tidak berhak, roda empat 1.500 cc ke atas tidak berhak,” ujarnya.

Meski Eddy telah dapatkan informasi bahwa draf revisi perpres sudah di tangan Kementerian Sekretariat Negara, dia bingung kenapa belum juga sampai ke Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Menurutnya, jika aturan itu tidak kunjung direvisi, maka beban pemerintah untuk subsidi BBM akan semakin berat.

“Tanda tanya besar. Konon sudah siap, drafnya sudah ada di Sesneg, tapi mungkin masih tunggu dibawa ke presiden untuk ditandatangani dan disahkan. Kami tegaskan semakin lama menunda, semakin lama tidak memiliki payung hukum, semakin berat beban kita,” kata Eddy.

Sementara, pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah mengatakan, masyarakat cenderung memilih BBM subsidi tanpa ada aturan yang jelas. Maka dari itu, revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014 harus segera diundangkan, agar pemerintah daerah dapat mengontrol distribusi BBM subsidi.

“Revisi Perpres 191 itu harus segera dikeluarkan dan harus lebih detail, khususnya pasal 13 ayat 1 dan 2 itu. Karena persoalannya di situlah kemudian daerah bisa punya payung hukum ada pegangan bagi daerah,” kata Trubus.

Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Saleh Abdurrahman menambahkan, guna mencegah pendistribusian yang tidak tepat sasaran, maka diperlukan pendistribusian secara tertutup. Tujuannya, subsidi energi bisa tepat sasaran sesuai dengan Undang-Undang Energi.

“Subsidi tertutup jadi solusinya, orang yang berhak dapat subsidi dicek diverifikasi kalau boleh dapat QR code,” katanya.